Kamis, 26 Maret 2009

Rekayasa Genetika dalam Tradisi Intelektual Islam

Dia yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetaui bilangan tahun dan perhitungannya (Al-Qur’an 10 : 5).

Judul ini saya adopsi dari istilah biologi terhadap suatu jenis bibit yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga terlepas dari induknya yang mempunyai sifat tradisi asal sehingga tidak mempunyai hubungan lagi bahkan tidak mampu memperbaharui dirinya sendiri. Contoh sehari-hari yang dapat kita lihat seperti jambu bangkok,lele dumbo, semangka dan lain sebagainya yang yang tidak bisa diperbaharui melalui pengembang biakan melalui biji secara tradisional karena sudah tidak memiliki hubungan turunan dasar dari induknya.


Saat ini, tanpa kita sadari rekayasa seperti ini telah ditransformasi dan memasuki seluruh sistim kehidupan manusia yang terbentuk akibat dari perubahan dunia yang begitu cepat.Dunia yang dipenuhi oleh kebudayaan komunikasi global yang dalam hitungan detik dapat diakses,tak ketinggalan oleh Dunia Islam dewasa ini. Perubahan yang kita tidak sempat lagi untuk melihat,apalagi memeriksa,mempelajari atau memikirkannya.Kita tidak sempat lagi berpikir apakah perubahan yang terjadi dilingkungan kita hanya sekedar perubahan teknis atau telah mengganti seluruh makna filosofis dari nilai - nilai induk,dari nilai-nilai tradisi yang selama ini menjadi seluruh turunan dan induk perubahan.

Salah satu contoh dalam rekayasa produksi dari bentuk rumah tangga menjadi pabrikasi,telah merubah tradisi toko dan pasar yang berbasis keluarga serta berorientasi komunal yang mempunyai hubungan sosial menjadi basis ekonomi dan individual. Bahkan telah membawa perempuan semakin memiliki tingkat mobilitas yang semakin tinggi dalam hal meninggalkan keluarga. Mall - Mall yang dibangun telah merubah budaya,sikap dan prilaku masyarakat komunal menjadi individual yang tentunya bukan merupakan sifat dari tradisi lama yang berbasiskan keluarga dan bersifat sosial.Saat membeli ikan dan sayur di mall misalnya,kita tidak lagi menemukan rasa akrab dan tawa diantara penjual dan pembeli sebagaimana layaknya pasar tradisional,semua dilakukan tanpa suara dan basa-basi serta hanya berhubungan dengan nilai nominal dan angka dari harga yang ditawarkan.

Memang ,kemudahan, kenyamanan lebih diutamakan,namun kita tanpa sadar sebenarnya sedang bergerak meninggalkan nilai-nilai tradisi yang pernah ada. Pemahaman nilai-nilai dalam masyarakat secara perlahan ditransformasikan pada nilai-nilai individu yang subyektif. Basis-basis kemasyarakatan telah diganti dengan basis-basis individu tanpa interaksi dan turunan dari eksistensi awal yang membentuknya sebagaimana jambu bangkok hasil rekayasa yang terlepas dari eksistensi jambu lokal akibat rekayasa genetika. Akibatnya,kita tidak mempunyai sejarah dan kenangan yang dapat menimbulkan kerinduan terhadap asal. Hilangnya rasa rindu dalam diri yang subyektif karena kita tidak mempunyai obyek asal yang menjadi induk dari setiap turunan eksistensi karena “kerinduan adalah pencarian obyektivitas”…1) dari pengalaman subyektif yang telah lalu.

Hilangnya nilai - nilai ini,menghilangkan jati diri (otensitas dan identitas ) karena terlepas dari tradisi historis situasi tertentu pada waktu yang lalu dan akan menghasilkan alienasi ( keterasingan) pada diri individu. Hal-hal seperti ini dapat terjadi pada seluruh tataran dan sistim yang terdapat dalam masyarakat,baik sosial, ekonomi,budaya, politik dan tak ketinggalan dibidang agama.

Dalam konteks Islam misalnya, dapat kita ajukan pertanyaan yang mendasar berangkat dari situasi seperti diuraikan diatas. Apakah aktivitas dan warna Islam yang sekarang memang mengakar dan berlandaskan dari peletakan Tradisi Awal Islam ? Tradisi Islam yang bagaimana yang harus kita pelihara ditengah banyaknya tradisi yang ada akibat rekayasa genetika yang tidak islami dan saling tumpang tindih dan berdesakan ? Apakah Islam saat ini merupakan proses rekayasa genetika yang terlepas’dari akar tradisinya ? Bagaimanakah harusnya bentuk Islam agar bersumberkan pada akar tradisi historisnya untuk memelihara dan membangkitkan kerinduan terhadap obyektivitas Allah swt ditengah pluralisme tradisi yang ada ?

Salah satu usaha yang paling mendasar untuk menjawab pertanyaan diatas adalah dengan membangkitkan kembali tradisi intelektual Islam dengan segala macam atributnya dengan membuka seluruh akses yang terdapat pada obyektivitas dalam tradisi keilmuan Islam sehingga jati diri ( otensitas dan identitas ) yang terbentuk tidak terlepas’dari akar tradisi Islam.

Diantara berbagai konsep tradisi intelektual keagamaan yang bersumber pada nilai - nilai abadi yang membentuk setiap eksistensi adalah Philosophia Perennis yang dalam Islam kita kenal dengan ushul dan kalam atau dalam filsafat disebut perenialisme. Memang konsep ini digunakan dalam berbagai arti.Ia bisa menunjuk secara eksplisit berlandaskan keyakinan dimana tema yang dibahas maupun pola nalar metafisik yang digunakan bersifat universal dan abadi…2). Perenialisme dalam makna yang abadi ini mempunyai ruang lingkup :

from the beginning there has been something irreplaceable in Philosophy.Through all the cange in human circumstances and task of practical life,through all progress of sciences,all the development of categories and methods of thought,it is forever concern with apprehending the one eternal truth under new conditions,with new methods and perhaps greater possibilities of clarity…3).

Jadi,dalam setiap perubahan ada sesuatu yang tidak berubah, berkelanjutan dan tanpa ujung yang meliputi sesuatu dari misteri dari essensi wujud yang berbeda dari penampakan luar obyek dan bersifat hakiki. Yang hakiki ini dalam tradisi intelektual islam dituangkan dalam bentuk yang bermacam - macam.

===============================

1. Farhard Daftary ( Ed ),Intellectual Traditions in Islam,I.B. Tauris &Co Ltd,London 2001 hal.6
2. Emanuel Wora, Perenialisme,Kritik Atas Modernisme dan Posmodernisme,Pustaka Filsafat,Kanisius Yogyakarta,Pengantar I Bambang Sugiharto,2006,hal. viii
3. Karl Jasper,The Perennial Scope of Philosophy,New York,Philosophical Library Inc.1949 hal.173